- HOME
- PROFIL
- PPID
- BERITA
- KESISWAAN
- GALERI
- INFORMASI
- INTERAKSI
- E-BOOK
×

JAKARTA, KOMPAS.com — Asumsi bahwa anak dengan kecerdasan tinggi sulit bergaul sempat melekat pada diri Kiara Nadhiva Lihu (15), siswi SMP Negeri 115 Jakarta yang tergolong Anak Cerdas Istimewa (ACI). Memiliki IQ di atas 130, Kiara dikenal sebagai sosok penuh rasa ingin tahu dan berambisi tinggi, baik di bidang akademik maupun non-akademik.
JAKARTA,
KOMPAS.com — Asumsi bahwa anak dengan kecerdasan tinggi sulit bergaul sempat
melekat pada diri Kiara Nadhiva Lihu (15), siswi SMP Negeri 115 Jakarta yang
tergolong Anak Cerdas Istimewa (ACI).
Memiliki
IQ di atas 130, Kiara dikenal sebagai sosok penuh rasa ingin tahu dan berambisi
tinggi, baik di bidang akademik maupun non-akademik.
Sejak SD,
ia sudah aktif mewakili sekolahnya dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang
Matematika serta berbagai lomba seni.
“Karena
lama di rumah, lomba-lomba itu dibikin jadi lebih praktis. Di waktu SD, dalam
seminggu atau satu bulan bisa ikut 2-3 lomba,” ujar Kiara kepada Kompas.com,
beberapa waktu lalu.
Selama
pandemi Covid-19, ketika banyak siswa kesulitan belajar daring, Kiara justru
memanfaatkan waktu untuk mengasah kemampuan dan menambah pengalaman kompetisi.
Hasilnya,
ia berhasil mengumpulkan sekitar 20 sertifikat olimpiade tingkat SD yang
kemudian menjadi modal penting untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP.
Gemar
meneliti dan aktif berorganisasi
Semangat
belajar Kiara semakin berkembang sejak menjadi siswi SMPN 115 Jakarta. Selain
berprestasi dalam olimpiade, ia juga menaruh minat besar pada pengetahuan
sosial dan penelitian ilmiah.
“Sudah
sekitar tiga kali ikut penelitian dari tahun lalu sama tahun ini, yang tahun
ini dapat medali gold,” ujar Kiara.
“Dan IPS
tuh aku merasa bisa terpakai banget ilmunya buat di penelitian, gimana dari
sisi analisis atau melihat sudut pandang yang berbeda-beda,” tambahnya.
Kini,
Kiara tengah mengikuti seleksi Olimpiade Madrasah Indonesia (OMI) di tingkat
nasional serta Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI).
Selain
aktif di bidang akademik, Kiara juga dipercaya menjadi Ketua OSIS SMPN 115
Jakarta dan anggota ekstrakurikuler marching band, yang kian mengasah kemampuan
sosial dan kepemimpinannya.
Ubah
stigma sulit bergaul
Di balik
segudang prestasi, Kiara mengaku sempat menghadapi stigma bahwa dirinya sulit
diajak berteman. Hal itu ia rasakan sejak SD, ketika lebih banyak fokus belajar
dibanding bersosialisasi.
“Aku pas
SD emang kayak jutek gitu, gampang marah ke teman kalau lagi belajar atau apa.
Kebetulan kan pas itu aku jarang ya ketemu teman karena Covid-19,” tuturnya.
“Aku pas
pandemi tuh fokus banget buat belajar, jadi soal teman-teman sering aku
kesampingkan,” lanjutnya.
Namun,
sejak masuk SMP, Kiara bertekad memperbaiki diri. Ia mulai membuka diri,
bergabung dalam kegiatan organisasi, dan berusaha lebih adaptif terhadap
lingkungan pertemanan.
“Lebih
karena kadang-kadang enggak merasa satu frekuensi atau orang-orang sudah takut
duluan. Karena kayak sudah takut aku karena pintar doang, tapi enggak asik atau
enggak bisa diajak ngobrol,” ujar Kiara.
“Masuk
SMP, aku jadi ketemu orang-orang yang bisa menerima aku dan juga buat
bersosialisasi itu lebih milih orang-orang yang masih bisa nyaman sama aku
walaupun aku sibuk,” ucapnya menutup pembicaraan.